Full Day School Indonesia VS Luar Negeri
Setidaknya
sudah beberapa minggu sekolahku menerapkan kebijakan pemerinta, yaitu Full Day
School. Mereka beralasan program ini untuk meminimalisir pergaulan bebas di
antara para remaja dan memberikan waktu luang bagi para siswa dengan orang tua
mereka. Sejujurnya aku pribadi menolak full day school karena kebijakan ini
terkesan dipaksakan. Aku berani berbicara begini karena pemerintah tidak
memperhatikan keadaan ekonomi dan pekerjaan penduduk Indonesia yang beragam. Selain
itu memang Indonesia bukan negara pertama yang memberlakukan full day school,
tapi menurutku banyak kekeliruan pada kebijakan full day school ala Indonesia. Dari
yang kuperhatikan Indonesia selalu berkata kami mencontoh Amerika dan Eropa,
tapi hanya sampulnya saja, selebihnya sangat jauh berbeda. Sebelum membahas itu
aku ingin kalian melihat full day school negara lain terlebih dahulu. Data-data
berikut aku dapat dari hasil wawancara dengan Jhon (Amerika), Lee Chan Me
(Korea Selatan) dan Susi (Malaysia). Ketiga Negara yang saya sudah sebutkan
sama-sama menerapkan full day school dan libur sabtu-minggu tapi mereka
memiliki beberapa perbedaan mengikuti budaya dan ideologi mereka masing-masing.
Kita mulai
dari Negara tetangga kita dulu Malaysia. Di Negara jiran itu anak-anak tiba di
sekolah jam 7.30 pagi dan mereka bejalar hingga jam 1.30 siang, itu disebut
sekolah pagi. Saat pulang sekolah mereka diberi pilihan untuk melanjutkan
sekolah atau tidak. Hal tersebut tergantung kemauan orang tua. Sebelum hari
pertama sekolah, orang tua mereka disurati oleh sekolah. Surat tersebut berisi
pernyataan setuju/tidak setuju orang tua siswa terhadap anak mereka yang akan
melajutkan sekolah tambahan setelah jam pulang sekolah hingga pukul 6 magrib,
itu disebut sekolah petang. Jadi meski aku dan temanku satu sekolah, tapi orang
tuaku tidak setuju aku mengikuti sekolah petang, aku bisa langsung pulang dan
temanku yang orang tua nya setuju tetap melanjutkan sekolah. Itu adalah full
day school ala Malaysia. Fakta lainnya adalah sekolah pagi hanya berisi
pelajaran umum dan sekolah petang hanya berisi pelajaran agama.
Kita lanjut
ke Negara paman Sam. Di Amerika ada sekolah yang menerapkan full day school ada
juga yang tidak. Sekolah yang tidak menerapkan full day school mulai sekolah
jam 9.00 pagi dan pulang sekolah jam 3.00 sore. Sedangkan sekolah yang menerapkan
full day school mulai sekolah jam 7.00 pagi hingga 3.00 sore. Uniknya sekolah
yang menerapkan full day school menyediakan sarapan dan makan siang bagi
muridnya.
Terakhir
Negara dimana DOS dan EXO berasal, Korea Selatan. Anak-anak disana masuk
sekolah tepat jam 8.00 pagi dan pulang jam 10 malam. Buset… tapi jangan heran
dulu, sebenarnya dari 12-14 jam mereka di sekolah mereka hanya belajar selama 7
jam dan selebihnya istirahat. Setidaknya mereka memiliki 5 kali waktu istirahat.
Masing-masing waktu istirahat berkisar satu jam. Sama seperti Amerika sekolah
juga menSUBSIDI makanan para siswa.
Sekarang
kita lihat full day school Indonesia, negara kita tercinta. Di Indonesia siswa
masuk sekolah pukul 7.00 atau 7.30 pagi dan pulang sekolah pukul 4.15 sore. Tidak
seperti Korea waktu istirahat Indonesia hanya 1 jam, itu pun dibagi dua; jam
istirahat dan jam sholat dzuhur. Tidak seperti Malaysia pelajaran agama hanya
berkisar 3 jam pelajaran atau 134 menit per minggu (lima hari kerja). Tidak seperti
di Amerika dan Korea Selatan, sekolah-sekolah di Indonesia tidak membiayai
makanan yang sehat bagi para siswanya selama di sekolah. Terakhir yang
membedakan ketiga negara tersebut dengan Indonesia adalah fasilitas dan jumlah
murid.
jadi apakan seorang pujangga dan scientist bernama Rusydy menolak full day, jawabannya bisa tidak bisa iya. kalau itu made in Indonesia saya pasti tolak, alasannya karena belum pantes aja. kalau itu made in Korea, Malaysia atau Amerika pasti saya setuju, alasannya karena sesuai dengan ideology gw, teruji, tidak memberatkan siswa dan mempertimbangkan segala aspek termasuk agama dan psikologi anak.
jadi apakan seorang pujangga dan scientist bernama Rusydy menolak full day, jawabannya bisa tidak bisa iya. kalau itu made in Indonesia saya pasti tolak, alasannya karena belum pantes aja. kalau itu made in Korea, Malaysia atau Amerika pasti saya setuju, alasannya karena sesuai dengan ideology gw, teruji, tidak memberatkan siswa dan mempertimbangkan segala aspek termasuk agama dan psikologi anak.
blh tau gak, gmna caranya mewawancarai orang diluar negeri yang sekolahnya menerapkan sistem full day school?
BalasHapus